Minggu, 29 November 2015

Palm Oil “R” Us (Laporan Pandangan Mata dari RT13)

Minggu lalu, saya pergi ke Kuala Lumpur untuk menghadiri RSPO Roundtable 13th on SustainablePalm Oil. Saya berada di sana sebagai hadiah dari Lomba Menulis #beliyangbaik yang diselenggarakan RSPO, WWF Indonesia dan Beliyangbaik.org. Tulisan saya dapat dilihat di sini.


Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) adalah organisasi yang menyatukan berbagai pemangku kepentingan dalam industri minyak sawit, dari petani, produsen, pengecer, manufaktur produk, bank, investor, sampai LSM. Tujuannya mengembangkan dan menerapkan standar global untuk minyak sawit berkelanjutan antara lain dengan tidak membuka tanah gambut menjadi ladang sawit, tidak melakukan deforestasi, dan tidak memakai api untuk berkebun, entah itu membuka lahan atau penanaman ulang.

Sebelum pergi, saya membayangkan ballroom didekorasi pohon sawit berikut fresh fruit bunches alias tandan buah segar (TBS). Tentu saja saya tidak menemukannya, haha. Bergabung dengan saya ada sekitar 800 partisipan dari 50 negara. Acara akbar. Senang melihat ramai orang. 







 Selama acara, cuaca cerah. Tidak ada asap (haze). Begitu melihat maze
saya langsung masuk ke dalam. A haze free day for a maze runner! 


RT13 mengusung tema Global Vision │Regional Action: From 2015 to 2020. Agendanya: memprioritaskan penyerapan 100 persen certified sustainable palm oil (CSPO) di negara-negara konsumen di tingkat regional. Acara ini juga membahas peran smallholders yaitu para petani sawit. Data FAO menyebutkan: Indonesia dan Malaysia menghasilkan 85 persen minyak sawit dunia. Indonesia sebagai penghasil terbesar, memiliki 10,5 juta hektar perkebunan. Sekitar 40 persen dari angka tersebut adalah lahan petani sawit.

https://www.instagram.com/p/-P72TdhYWo/?taken-by=theoriginalfin

Ada hal menarik untuk disimak, yaitu adanya pendekatan hukum demi mendapatkan minyak sawit yang berkelanjutan. Pendekatan yuridis yang sesuai dengan nilai-nilai RSPO ini antara lain digagas Sabah (Malaysia), Sumatra Selatan, dan Kabupaten Seruyan (Kalimantan Tengah).

Saya suka ruang pamerannya yang menjelaskan praktik-praktik perkebunan sawit 
yang berkelanjutan, termasuk contoh produk-produk berlogo ecolabel RSPO. 


OK, balik lagi ke konsumenyaitu kita—pun saya. Minyak sawit, kita tahu, tidak hanya minyak goreng. Dia ada di nyaris 50 persen produk yang kita gunakan, dari sabun, sampo, adonan pizza, es krim, roti kemasan, biodiesel, sampai mi instan. Dengan begitu, rasanya agak mustahil memboikot sawit. Akan tetapi, kita punya pilihan membeli produk-produk berisi sawit berkelanjutan, seperti yang berlogo RSPO, GreenPalm, Rainforest Alliance, dan Fair Trade. Sebagai konsumen, saya yakin kita bersedia membayar lebih selama produk-produknya tersedia luas. 

Lalu bagaimana kalau produknya hanya sedikit atau sulit ditemukan? Kampanye #BeliYangBaik menyarankan kita menghubungi perusahaan atau peritel (supermarket, misalnya) dan mendorong mereka memakai CSPO. Lihat saja kemasan, pasti ada hotline-nya.

Akhir kata, menurut pemikiran sederhana saya, sebenarnya perusahaan-perusahaan bisa berinisiatif memperkenalkan produk-produk berisi CSPO tanpa harus menunggu permintaan konsumen.

Tidak ada komentar: